Rabu, 31 Agustus 2016

Wishful Wednesday : Still about Architecture


Masih tetap bermimpi dan berharap, bukannya hanya on Wednesday but Everyday. Akhirnya dalam rangka Anniversary blog Books to Share yang ke-71 memberikan kesempatan lagi tuk berharap dari mimpi-mimpi yang dibuat.


1. The Architecture of Love

Oleh : Ika Natassa
Format: Soft Cover
ISBN: 6020329267
ISBN13: 9786020329260
Tanggal terbit : 14 Juni 2016
Bahasa Indonesia
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Halaman 304
Dimensi 135 mm x 200 mm

Buku ini masih tetap jadi wishfull saya yang teratas, masih saja selalu memandang- buku ini di salah satu toko buku online bukabuku.com , dan lagi-lagi masih tetap bertengger di  best seller dan top 20, tapi harganya kok belum turun-turunnya *memangnya harga cabe! Atau nunggu diskon sampe 50% *maunyaa. Blogtour dan giveaway-nya sudah tidak ada lagi di sosmed manapun jadi harapan terakhir saya adalah keberuntungan di Mr.Linky ini.


Awal tertarik akan buku ini karena “Architecture” yang ada pada judulnya, dengan saya yang mencintai bidang ini merasa penasaran bagaimana rancangan perjalanan cinta yang dijabarkan oleh Ika Natassa dan juga cover yang seperti ilustrasi benar-benar menggelitik hati untuk mengetahui gambaran cinta yang dipahat dalam goncangan kabut yang lebat. Ahhh… tak sabaran tenggelam menjadi salah satu tokoh pada novel ini.

2. Garis Waktu

Oleh : Fiersa Besari
Format: Soft Cover
ISBN: 9797945251
ISBN13: 9789797945251
Tanggal terbit : 7 September 2016
Bahasa Indonesia
Penerbit Media Kita
Halaman 216

Pada sebuah garis waktu yang m
erangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya. Kemudian, satu orang tersebut akan menjadi bagian terbesar dalam agendamu. Dan hatimu takkan memberikan pilihan apa pun kecuali jatuh cinta, biarpun logika terus berkata bahwa risiko dari jatuh cinta adalah terjerembab di dasar nestapa.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan. Yang paling menggiurkan setelahnya adalah berbaring, menikmati kepedihan dan membiarkan garis waktu menyeretmu yang niat-tak niat menjalani hidup. Lantas, mau sampai kapan? Sampai segalanya terlambat untuk dibenahi? Sampai cahayamu benar-benar padam? Sadarkah bahwa Tuhan mengujimu karena Dia percaya dirimu lebih kuat dari yang kau duga? Bangkit. Hidup takkan menunggu.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu. Namun tiada guna, garis waktu takkan memperlambat gerakkannya barang sedetik pun. Ia hanya mampu maju, dan terus maju. Dan mau tidak mau, kita harus ikut terseret dalam alurnya. Maka, ikhlaskan saja kalau begitu. Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.

Baca sinopsinya aja udah kesemsem berat sama novel ini, ditambah lagi cover simple yang menggoda. Beberapa kali juga ikutan giveaway-nya dengan mengikuti clue tapi lagi-lagi keberuntungan tak berpihak pada saya. Buku ini akan terbit 7 Semptember di bukabuku.com pas bener dengan penggumuman giveaway kali ini.

 Semoga Wishful Wednesday kali ini bisa dipilih atau terpilih di Mister Linky yang diadakan di blog Books to Share.

Sabtu, 27 Agustus 2016

(Review) Secret Identity


Judul: Secret Identity
Penulis: Riz Amelia
Penerbit: Grasindo
Tebal Buku: 226 halaman

Gadis itu memejamkan matanay, namun sedetik kemudian telinganya menangkap bunyi yang begitu
memekakkan telinga. Bahkan membuat sekujur tubuhnya kaku dan terduduk tegak.
Suara itu…suara tembakan.

*******

"Semua orang akan berubah, bukan? Kau, aku, ayah, dan juga ibu. Jadi anggap saja sebagai peralihan. Seperti waktu, yang akan terus berjalan sekalipun semuanya musnah." 

Kim Seun Yong tidak menyangka adiknya Eun Jung telah berubah selama Kim Seun Yong kuliah di Amerika, adiknya bukan lagi sosok ramah dan teman bermain baginya, malah terasa kaku dan selalu menghindari pertemuan dengannya. Namun yang lebih mengejutkannya lagi Kim Seun Yong di beri tugas menjadi Kepala Bagian di perusahaan keluarganya Widmer yang ternyata sedang diteror oleh keluarga pemegang saham.

Kim Seun Yong merasa ada yang aneh dengan sikap orangtuanya yang seperti menutupi keanehan adiknya. Kim Seun Yong juga merasa aneh akan perusahaan tempat ia bekerja, begitu banyak rahasia yang tidak dia ketahui. Sampai-sampai Kim Seun Yong juga tidak tahu kalau ternyata Widmer mempunyai agen rahasia, KSA. KSA merahasiakan segala identitas anggotanya yang salah satunya adalah karyawan dibagian bidang Kim Seun Yong yang dianggapnya paling menyebalkan, selalu melanggar aturan, amburadul tak jelas walapun tampan, pecandu rokok walaupun pintar, Lee Jin Soo.

"Sejak kecil aku harus hidup di antara orang-orang yang memakai topeng di wajah mereka. Aku tak bisa membedakan mana orang yang benar-benar tulus menyayangiku, atau mana orang yang hanya mengambil keuntungan dariku."

Kim Seun Yong tidak menduga ternyata pertemuannya dengan Lee Jin Soo yang selalu memancing amarahnya, malah pelan-pelan menguak rahasia yang selama ini difikirkannya, dimulai dari kematian pamannya Kim Jun yang di tembak mati di perusahaannya, kasus adiknya dua tahun lalu yang diculik oleh para pesaing Widerman, pengkhianat yang ternyata orang terdekat mereka dan adanya tekhnologi mutkahir yang bernama senjata manusia yang akan digunakan oleh hartanya yang paling beharga.

Pada akhirnya lelaki yang awalnya Kim Seun Yong benci telah menyelamatkan nyawanya dan membuat benih-benih cinta tumbuh di hati Kim Seun Yong. Ditambah lagi mereka harus bekerjasama dalam misi yang sama sehingga membuat banyak interaksi yang membuat mereka mengenal masing-masing pribadi melalui sudut yang berbeda

Tak hubungan yang mulus, Kim Seun Yong harus memendam perasaannya karena ia tau Lee Jin Soo telah memiliki orang lain yang membuat matanya berbinar ketika menatapnya. Kim Seun Yong juga mengetahui Lee Jin Soo memiliki masa lalu yang kelam yang begitu susah diobati.

“Kumohon, lindungilah Eun Jung sesuai janjimu padaku. Dia seorang yang amat berharga untukku”
*******

Awal melihat covernya yang vintage memikirkan ini novel romantis abis tentang kelemah lembutan dan keramahan. Tenyata semakin membuka lembarnya, Aku tak ingin menghentikan membacanya. Penulis membawaku menjadi salah satu tokoh di dalamnya, Kim Seun Yong. Merasakan bagaimana beratnya beban seorang ahli waris dari perusahaan ternama. Walaupun dari keluarga yang sangat kaya namun tak ada bahagia karena adanya pengkhianatan, pembunuhan, balas dendam dan kisah cinta yang diselipkan.

Aku menyukai agen rahasia, detektif dan semacamnya. Jadi novel ini sangat menarik untuk ditelusuri, setelah membacanya maka tak akan bisa berhenti ataupun jeda. Semakin kita membuka lembarannya maka semakin ingin tau kejadian selanjutnya, penasaran akan jalan yang dipilih Kim Seun Yong.

Lee Jin Soo merupakan tokoh favorit saya. Siapa yang tidak menjadikan cowok ini favorit dengan segala yang dia miliki nyaris sempurna. Tampan, pintar, kaya, cuek namun akan serius pada waktunya. Jadi penasaran kalau ada Lee Jin Soo dalam dunia nyata.

Pembahasan tentang tekhnologi mutakhir juga menarik untuk diselami, tekhnologi canggih dengan penjelasan singkat di tiap poinnya membuat kita paham dengan cepat. Yaaaah…walaupun ada beberapa seperti mustahil rasanya bisa dibuat oleh manusia. Tapi ternyata kejeniusan ide pembuatanya itu ada pada Jung Hyu No, seorang yang terlihat kuno dan kuper namun memiliki otak super duper cemerlang sehingga akhirnya disalahgunakan.

Intinya novel ini seruuuuu dan recommended bagi kalian yang sangat mencintai dunia detektif dan agen rahasia, membuat kita ikut menebak jalan ceritanya. Terkadang geram sendiri dengan kecerobohan yang terjadi, dan adakalanya menarik nafas sendiri dengan ketegangan-ketegangan yang dimunculkan. Salut untuk penulisnya!

Ada 2 yang tidak saya sukai di novel ini (menurut saya ya). Pemilihan nama tokoh yang mengambil bahasa Korea benar-benar menganggu saya ketika membacanya karena saya benar-benar awam akan yang berbau korea atau tepatnya tidak tertarik dengan bahasa yang saya anggap rumit untuk mengingatnya (dan itu adalah kelemahan saya saja..haha). kedua, gak relaaaaaa akhir ceritanya seperti itu, hampir sama antara masa lalu dan masa kini. Sama-sama ditiggalkan…gak relaaaaaaa!!!!!!!

Jumat, 26 Agustus 2016

Wishful Wednesday (204) : Still Architecture

Masih dengan keinginan yang sama seperti WW ke-200 Kak Astrid. Karena belum tercapai membelinya jadi masih tetap menjadi wishful Wednesday aku. Berharap banget kali ini dapat kak.


Tadaaaaaaaa

Oleh : Ika Natassa


Ini buku udah lama pingin saya taruh di rak buku, udah lama memandang- buku ini di salah menjadi best seller dan top 20 di toko-toko buku, tapi harganya belum bisa dijangkau kantong yang penghasilan masih pas-pasan. Beberapa kali ikutan blogtour-nya dengan mengikuti clue dan menjawab sebaik dan semenarik mungkin tapi tetap saja keberuntungan tak berpihak pada saya.
Awal tertarik akan buku ini karena “Architecture” yang ada pada judulnya, dengan saya yang mencintai bidang ini merasa penasaran bagaimana rancangan perjalanan cinta yang dijabarkan oleh Ika Natassa dan juga cover yang seperti ilustrasi benar-benar menggelitik hati untuk mengetahui gambaran cinta yang dipahat dalam goncangan kabut yang lebat. Ahhh… tak sabaran tenggelam menjadi salah satu tokoh pada novel ini.

buat yang ingin memiliki kesempatan mendapatkan buku yang diimpikan, yuk ikutan dengan cara:
  1. Silakan follow blog Book to Share –atau tambahkan dib logroll/link blogmu
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu.

Minggu, 21 Agustus 2016

Dia…..Bukan Dia!


Jaraknya hampir 20 meter dari tempat parkir ini, ku parkirkan sepeda motorku diantara kendaraan lainnya. Aroma tanah yang baru saja dicumbu hujan menguap singgah di indera penciumannku, masih tampak sisa-sisa tetes hujan diujung dedaunan yang tengah rimbun akan buah-buah kecil hijau yang masih tampak setengah matang, belum bisa dipetik. Sengaja ku pelankan langkah ini demi menikmati setiap memoriku di salah satu café ternama ini. ‘Seladang kupi’ Sebuah kedai bagi pencinta kopi yang sengaja dibuat di tengah kebun kopinya langsung, penikmat kopi harus berjalan dari parkiran melewati kebun kopi yang sensasinya semakin menjanjikan aroma dan rasa bagi penikmat kopi sejati.
Aku bukan penikmat kopi,  benar-benar tak habis pikir akan mereka yang menyukai air hitam yang pahit rasanya, tak ada merasakan kesegaran dalam setiap tegukannya. Namun aku menyukai aromanya sejak 5 tahun lalu, saat dia mulai tertarik akan rasa pahit yang dihasilkan oleh biji hitam itu, dia yang mencari kemana pun tempat kopi terenak di kota ini dan akhirnya inilah pelabuhan terakhirnya, tempat dia merasakan bahwa kopi itu benar-benar asli. Hampir 3 tahun kami telah menjadi pelanggan tetap kedai ini, walaupun yang kupesan tak pernah kopi. Aku menyukai Green tea nya dan dia selalu memesan kopi yang sama. Arabika aseli.
Aku sampai pada pintu utama kedai ini, pintu yang terbuat dari kayu biasa yang di cat juga persis warna batang kopi dengan gantungan biji kopi besar di tengahnya. Aku mendesah pelan sambil melangkahkan kaki ke dalamnya. Ramai. Efek dari hujan yang reda sore hari ini, ditambah ini hari sabtu, banyak pekerja yang libur dan menghabiskan waktu sekedar bercengkrama bersama kolega.
“Kak Reta…” pekik suara seorang wanita dari balik meja bar. Aku hafal suaranya, dia pelayan nomor satu ramahnya dikedai ini. Cepat dia menghampiriku.
“Ahhh..rindunya” dia memelukku. Aku hanya tertawa, seperti tak berjumpa bertahun-tahun rasanya.
“Kirain kakak gak kemari jadi tempat favoritnya udah ada yang duduki” dia menjelaskan tanpa ku minta.
Aku hanya mengangat bahu “Mau apa lagi, toh ini kan bukan kedai pribadi” kalimatku membuat perempuan berkulit putih bersih itu tertawa.
“Itu..disana aja, tempatnya asik juga, masih bisa kena serpihan sisa hujan” sarannya sambil menunjuk sebuah bangku yang terletak di pojok ruangan yang berseberangan dengan tempat Favoritku.
“Oke..Aku  juga menikmati tempat itu kok, second favorite” aku melangkah. “Oia, pesan seperti biasa ya”
“eeee…biasa?” seperti ragu dia bertanya.
“kok lupa?? Arabika dan Bubble Green Tea” berat rasanya mengatakannya tapi tetap kupasksakan senyum ini ada.
“kok..kok du…a?” tanyanya masih dengan ragu.
“dia nanti ke sini juga..terlambat” sahutku cuek dan meninggalkannya.
######

Biasanya aku tak pernah menunggu di sini, biasanya aku selalu yang ditunggu. Tapi untuk hari ini aku mengalah, setelah 3 tahun biasanya selalu aku yang terlambat dan sudah mendapatkan pesanan yang siap santap, apa salahnya sekarang aku yang menunggu, merasakan bagaimana dia menungguku seperti biasa. Ku lirik kanan kiri, tak ada satu pun pelanggan di sini yang ku kenal, yang bisa ku ajak bicara. Hanya beberapa karyawan yang tersenyum ketika melintas di depanku, mereka tidak bisa menjadi teman yang pas sore ini karena melihat sibuknya mereka bekerja.
Kuputuskan melanjutkan membaca novel yang hampir kutamatkan. Ku buka tasku dan ternyata novelnya tidak ada, pasti kutinggalkan dalam box sepeda motor tadi. Lengkaplah sudah, tak ada teman bicara dan tak ada novel untuk di baca. Terpaksa ku alihkan pandangan ini ke luasnya perkebunan kopi di luar sana sambil menunggu minuman yang telah ku pesan.
“Aku selalu salut dengan petani kopi di perkebunan ini, mereka selalu bekerja dengan hati, masih terus melestarikan cara tradisional sehingga kopinya terasa nikmat ketika menyentuh lidah kita” Dia menjelaskan saat aku tetap tak mau mencicipi kopi itu.
“Kalau cuma dihirup saja aromanya gak bakalan tau nikmat rasanya. Iya, kopi bewarna hitam dan pahit, tapi disetiap akhir pahitnya akan terasa manis yang tiada ketara, gak ada lawannya lah” lagi-lagi dia mendemontrasikan hasil pemikirannya. Aku sewot, merasa terganggu oleh suaranya ketika ku hirup aroma kopi yang ada di genggamanku.
“Kemarin aku langsung lihat ke belakang, tempat pengolahan kopi dari selesai panen sampai menjadi bubuk hitam, semuanya benar-benar alami, dikerjakan oleh pemilik kedai ini sendiri” ceramahnya benar-benar merusak kosentrasiku.
“Gak usah nipu deh” Akhirnya aku meletakkan cangkir kopi ini. Terusik mendengar ceritanya panjang lebar, tak kosentrasi ku hirup aroma  Robusta. “Kemarin kan kita sama-sama juga kemari, kapan sempatnya kamu sosk-sokan melihat pekerja kopi” cecarku.
“Lha…sempat pastinya, daripada aku duduk sendirian di sini nunggu kamu yang selalu telat datangnya” dia mengerlingkan mata, tanda sedang mengejekku.
“okeeh…lain kali gak usah ajak aku lagi kemari” aku mendengus kesal dikatakan tak on time, walaupun memang itu kenyataannya. Dia tertawa puas melihat ekspresiku saat itu.
#######

“Kak, ini pesanannya” Suara karyawan ini membuyarkan lamunanku
“Ohh..iya, makasih” Aku menjawab singkat dan dia berlalu. Ternyata aku masih sendiri di sini, menunggu dia yang belum juga hadir. Ku raih ponselku dan mengirimkan pesan singkat, bahwa aku sudah menunggu di sini.
Kulirik kanan kiri, lagi-lagi tak menemui orang yang ku kenal, atau aku salah hari sampai-sampai tak ada satu orang pun yang bisa ku ajak bercengkrama, atau banyak berubah selera orang selama aku tak kemari, mungkin orang-orang yang ku kenal juga memilih pergi.
Aku menatap minuman yang ku pesan, beda sekali antara keduanya. Minuman pertama, di dalam cangkir coklat bermotif kopi ukuran sedang, mengepul asap dari dalamnya, dan di pinggir tatakannya ada beberapa butir gula merah. Arabika Aseli  nama di daftar menunya.
Minuman kedua, tampak segar di pandang, di dalam gelas kecil yang memanjang, ada terselip daun mint di mulut gelasnya, tergugah selera melihatnya. Bubble green Tea, walaupun tidak cocok dengan udara sore ini yang baru reda disirami huajn tapi aku tetap menyukainya.
Kuraih cangkir coklat itu perlahan, mengenggamnya, langsung terasa aroma kopi yang sudah lama tak ku hirup. Aku menarik nafas, merasakan aroma itu masuk perlahan ke dalam tubuh dan terasa pekat pada indera penciuman ini, sehingga menuju ke otak mengulik sebuah memori.
“Jangan ganggu aku” kalimat pendeknya ketika akan meyeruput cangkirnya untuk pertama kali, Dia memejamkan mata, serasa menikmati pahitnya kopi hingga ke jantung hatinya. Aku hanya menatapnya, menikmati ekspresinya.
“gak ada lawan rasanya” lagi-lagi kalimat yang sama ketika dia selesai meyeruput tegukan yang pertama.
“kamu benar-benar meyukai kopi?” sepertinya ini pertanyaanku yang keseratusan kali untuknya.
“tiada duanya” dan jawabannya juga sama untuk keseratusan kalinya.
“suka mana kopi sama aku?” pertanyaan ini ku tanyakan tuk pertama kalinya, membuat dia sedikit terkejut. Aku juga sebenarnya terkejut, tak menyangka pertanyaan itu akan keluar. Ku mengutuk dalam hati.
“Wooowww….benar-benar cewek pemberani” Dia bangun dari kursinya dan mencondongkan badan agar lebih dekat melihatku. Aku jadi salah tingkah, celingukkan mengharapkan pertolongan.
“Apaan sih” aku mendorongnya membuat gelak tawanya tak tertahankan.
“Aku kan pencinta alam, mendaki gunung mana aja aku berani, apalagi cuma nanya yang begituan, Kan kalau pencinta alam itu juga harus berani, gak boleh gentar dan takut dalam menghadapi rintangan” Aku nyerocos tidak karuan, membuat dia semakin tertawa dan aku semakin malu pastinya.
Aku meraih cangkir kopinya, mengenggam dengan kedua tangan, menutup mata dan menghirup aromanya perlahan, tak peduli dia masih tertawa atau tidak, yang jelas aroma kopi ini benar-benar membuatku nyaman. Selang beberapa detik tak ku dengar lagi suaranya, aku mencoba membuka mata dan dia menatapku dengan seksama.
“aromanya aja bisa membuat nyaman, apalagi rasanya” Dia ceramah lagi. Aku segera menyodorkan cangkir itu kehadapanya.
“Nanti, kapan-kapan aku coba, kalau udah tiba saatnya” aku berdalih, memang tidak tertarik dengan rasa air hitam itu dan memilih menghabiskan segarnya green tea sambil setelahnya buru-buru berlalu meninggalkannya yang menyusulku dengan tawa yang tak disembunyikannya.
Bodohnya aku! Aku mengutuk diriku sendiri. Jika orang lain melihat jelas-jelas kami seperti sepasang kekasih yang sengat ideal. Aku mengenalnya di awal perkuliahan dan masuk komunitas yang sama. Pencinta alam. Bukannya aku tak punya pacar, dan dia juga ada gebetan di awal-awal semester kami di kampus. Tapi 2 tahun terahir ini entah bagaimana awalnya kami terasa semakin dekat dengan agenda komunitas pencita alam yang juga semakin padat membuat kami semakin sering berinteraksi dan menghabiskan waktu lebih banyak lagi berdua setelah pulang dari sekretariat.
Ini tahun terakhir kami di kampus, dia sedang sibuk dengan skripsinya dan aku bulan depan sudah bisa sidang akhir untuk mendapatkan gelar S,Pd, seorang guru yang suka petualangan. Namun sampai tahun terakhir ini tak pernah ada kata-kata apapun terlontar untuk menguatkan hubungan ini. Tidak ada status yang jelas, dan sekalipun tak pernah terucap suka apalagi sayang dan cinta di antara kami. Tapi kami sama-sama tau tidak ada orang lain yang mengisi hari-hari ini. Tidak pernah kuhabiskan hari liburku tanpa menemaninya menikmati kopi dan skripsi dan tidak pernah dia habiskan hari liburnya tanpa menemaniku mencari buku dan membuat puisi.
######

            Ponselku bergetar membuat aku membuka mata, sangat menikmati aroma kopi yang ku hirup. pesan dari Dia yang berisi akan datang sebentar lagi, tanggung katanya. Aku mendengus pelan, berarti semakin bosannya aku disini menanti. Ku putuskan mengangkat lagi cangkir kopi ini dan menghirup aromanya kembali, kali ini pedih rasanya, terasa pahitnya.
“aromanya wangi kan, itu berasal dari percampuran buah dan bunga, rasanya halus makanya membuat jiwa kita nyaman dan tenang, seperti candu akan aromanya” tidak pernah dilewatkannya menjelaskan baik sedikitpun tentang Arabika itu selama aku menikmati aromanya.
“Iya, tapi tetap aja pahit, aku rasa nyaman ini gak kamu dapatkan waktu menyeruputnya” aku berkilah dan mengembalikan cangkirnya. Dia menyeruput cepat.
“Nanti akan ku jelaskan lebih detailnya lagi” dia seperti berberes, beranjak pulang.
“Gak perlu, aku sudah hafal semua penjelasannya. Bahkan aku seperti selalu mendapat materi tentang kopi setiap kita di sini” Dia tertawa mendengarkanku.
“Hari ini kita pulang cepat ya, aku mau siap-siap tuk pergi besok” Dia beranjak tanpa meminta persetujuaanku.
“Hah??” Aku belum menghabiskan green tea nya. Cepat ku menyeruput sampai habis dan mengejarnya yang sedang membayar ke kasir.
“Mau kemana?” Aku berusaha mensejajari langkahnya yang tergesa. Sejak kemarin dia seperti tidak punya rencana apa-apa, kenapa sekarang malah buru-buru pergi. Kami sudah berjalan menuju parkiran.
“Besok mau tamasya sama teman-teman SMA” tamasya berarti mendaki gunung! Dan aku tidak tau akan hal itu.
“What??? Kok aku gak dikasih tau? Kenapa aku gak di ajak? Bukan sama komunitas kita? Tapi kan gak apa ikutan juga?” aku melontarkan banyak pertanyaan. Dia berhenti dan berbalik ke arahku.
“satu-satu dong Ta” dia menahan langkahku.
“Kamunya yang gak cerita” Aku tak mau disalahkan.
“Semuanya gak terencana, minggu kemarin pas reunian ada cerita-cerita pendakian, rupanya berlanjut membahasnya di whatsapp, akhirnya ne baru fix semua, jadi besok berangkatnya” Dia memutar-mutar ponselnya di depan wajahku, seperti memperlihatkan wacananya dengan teman-Teman SMAnya yang jelas-jelas aku tak bisa membacanya kalau seperti itu.
“Gak lama, cuma seminggu. Kami berencana nginap dibeberapa camp, baru sampe puncak, lagipula bulan depan kamu kan sidang. Perlu belajar extra lho Ta menghadapi pertanyaan dosen-dosen pengujinya” Jelasnya. Aku hanya diam, tak rela rasanya membiarkan dia duluan yang pergi ke puncak gunung yang selama ini sama-sama kami impikan.
“Nanti waktu kita pergi sama-sama, Aku udah paham medannya jadi kamu gampang tinggal ikuti instruksi aku daaaaaannn……kalau kamu rindu sama aku, hirup aja arabika di sini” Dia mulai ngeyel.
“Gak ngaruh tau” Aku berucap kesal dan melangkah pelan. Rencana kami dari dulu ingin menaklukkannya bersama malah tercoreng dengan dia yang berangkat lebih awal bersama teman-temannya. Eh, tapi dia benar juga, bulan depan aku akan sidang akhir, harus benar-benar belajar untuk menghadapinya dan satu rencana berkelibat di pikiranku dengan cepat. Setelah sidang aku akan pergi ke sana walau dengan komunitas manapun tanpa dia.
“Ngaruh lah Ta, kamu tau aroma kopi itu kan, mirip aroma buah dan bunga yang menyatu, membuat nyaman siapa pun yang menghirupnya, membuat candu. Terus ketika kita mencicipinya terasa halus dan kental di mulut, lama terasa, sampai bisa terbayang-banyang ketika tidur malamnya” Dia menjelaskan penjelasan itu untuk kesekian kalinya. Aku tak peduli, tetap melangkah menuju parkiran, sempat terlihat para petani kopi yang sedang memetik buahnya memperhatikan kami, mungkin aneh pikir mereka.
“Iya, memang hitam dan pahit..tapi setelah tegukannya habis, rasa nikmat dan nyaman tak terkira Ta”
“Aku tau” sahutku pendek dan terus melangkah.
“sama kayak perasaanku sama kamu Ta, nikmat dan tak terkira”
#####

Aku membuang nafas pelan, mencoba menghirup aroma kopi ini lagi, tapi kuputuskan meletakkannya dan membuka mata yang tanpa aku sadar sudah berapa lama Dia berada di kursi depanku, menatapku lembut.
“Eh…kok kamu udah datang? Udah lama? Kok aku gak ngerasa ya dilihatin begitu” aku nyerocos panjang namun kaku, sambil meletakkan cangkir kopi di meja.
“Lumayan lama, tapi aku bilang kan naggung, nanggung menyaksikan ekspresi kamu menikmati secangkir kopi itu dari sudut jendela sana” Dia menunjukkan jendela pojokkan tempat dia memantauku dari saat aku menghirup aroma kopi itu pertama kali.
“kamunya aja gak nyadar, serius banget sendirian” Aku menunduk, merasa bersalah mengabaikannya dan terlena dengan kenanganku sendiri.
“Gak apa-apa Ta, semua akan baik-baik saja. Pelan-pelan aja, sama kayak kamu menghirup aroma Arabika itu, nikmati sampai benar-benar menyatu dalam jiwa. Aku tetap di sini kok sampai kamu mendapatkan ritme nyamanya untuk merelakan” ucapnya lembut membuat suasana ini haru.
Ya..Dia bukan Dia! Bukan Dia yang ku kenal selama masa perkuliahan. Buakn Dia yang belum sangup ku sebutkan namanya.
 Dia yang dihadapanku saat ini adalah Teja, orang asing yang membantuku ketika aku pingsan di jalan sewaktu mendengar kabar bahwa dia menjadi salah satu korban yang tertimbun longsong dipendakian gunung impian kami. Teja adalah orang asing awalnya yang menguatkan aku bahwa semua akan baik-baik saja. Teja adalah orang asing yang rela menjadi pendengar terbaikku akan kisah dia yang tak ada habisnya kuceritakan. Teja adalah orang asing yang terus berusaha membuatku rela akan kepergian dia yang tanpa sempat ku balas kata terakhir sebelum kami berpisah di kedai kopi siang itu. Teja adalah orang asing yang akhirnya setelah setahun kepergian dia bisa ku ajak ke kedai kopi ini tuk mengenang sekaligus merelakan kepergian dia.
Kuputuskan mengenggam kembali cangkir Arabika aseli itu. Aku tak menghirupnya, tapi ku letakkan bibir cangkirnya ke bibirku, rasa pahitnya sudah terasa ketika ku teguk perlahan. Sangat terasa pahitnya, sepahit aku mengenang dia. Namun aku menikmatinya, sampai tegukan ini berakhir aku tetap menikmati pahitnya yang kemudian berubah menjadi halus di lidah dan nikmat tiada tara di seluruh jiwa. Ah..seperti inikah rasa Arabika Aseli. Nikmat! Senikmat aku yang bisa merelakan kenangan pahit.

“Makasih Ja” Aku tersenyum kepada dia yang dihadapanku saat ini. Tersenyum manis dan merasakan nikmat tatapannya.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com

by. Ana Bahtera

Jumat, 12 Agustus 2016

(Giveaway) Our Destiny by Aya NH



Judul: Our Destiny
Penulis: Aya NH
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 192 halaman
Terbitan: Juli 2016

Hari Afra berubah warna-warni setelah Radit hadir dalam hidupnya dan menjadi pacarnya. Kehidupan rumah yang selalu membuatnya sedih karena Nenek begitu membencinya tak lagi terasa begitu berat.

Afra kira ini awal menuju keadaan yang lebih baik.

Tapi, kenyataan berkata lain. Radit memutuskannya, Nenek menuduhnya sebagai penyebab adiknya celaka, dan ia tak sengaja mengungkap rahasia kelam yang bertahun-tahun disimpan keluarganya.

Kemudian Ihsan—mantan pacar yang dulu mencampakkannya—tiba-tiba kembali mengisi harinya.

Ujian kelulusan semakin dekat, Radit punya pacar baru, dan Nenek tetap mengecapnya sebagai “anak pembawa sial”. Ke manakah takdir akan membawa Afra? Kebahagiaan atau tangis kehilangan?


Review  dari  di blog Biondy Alfian

Oke, karena blurb-nya sudah cukup lengkap dan mewakili isi cerita, kamu bisa langsung bacablurb-nya saja kalau penasaran isi novel ini seperti apa.

"Our Destiny" ini pada dasarnya adalah sebuah novel remaja yang ringan dan tidak terlalu neko-neko. Tokoh, plot, dan jalan ceritanya relatif sederhana dan mudah dicerna. Ukuran huruf dan jarak spasi yang besar juga membuat novel ini enak untuk mata.

Ada dua fokus besar di novel ini. Pertama tentang nenek Afra yang selalu menganggap cucunya itu sebagai anak pembawa sial. Yang kedua, ada masalah percintaan Afra. 


Masalah percintaan Afra ini lebih sukses eksekusinya dibandingkan masalah pertama. Afra yang berada di antara kebimbangan tentang Radit dan Ihsan tersampaikan dengan cukup baik. Berbagai masalah pada hubungan percintaan Afra juga diolah dengan baik, walau memang ada rasa terburu-buru saat masalah-masalahnya mulai dilemparkan. Entah ini karena masalah batasan halaman, atau karena memang ingin menyederhanakan cerita.


"[...]. Pacaran itu normal di umurmu, Ibu mengerti. Yang Ibu mau jangan sampai pacaran ini mengganggu fokus kamu. Inget, yang paling penting adalah sekolah. Ibu baru akan marah kalau prestasi kamu turun. Mengerti?" (hal. 23)

Oh, iya. Satu poin tambahan juga saya berikan untuk akhir ceritanya. Ada sedikit kejutan soalnya.

Permasalahan Afra dengan neneknya terasa kurang digali. Tokoh nenek sifatnya sangat satu dimensi di sini. Dia hanya ada sebagai tokoh yang membenci Afra. Tidak lebih. Cara menyampaikan kebenciannya juga kurang kreatif. Setiap kali Afra muncul di harapannya, dia pasti akan marah-marah. Kalau Afra ingin menyentuhnya, dia pasti langsung menepis cucunya itu. Sikap ini lalu ditambah dengan kalimat pamungkas, "Dasar kamu anak pembawa sial!" Lama-kelamaan hal ini menjadi repetitif dan terlihat dibuat-buat.


Danish berhenti menangis. "Nenek kenapa marahin Kak Afra? Kak Afra nggak salah."

"Karena dia anak pembawa sial." (hal. 86-87)

Dan imo, latar belakang masalah di antara Afra dan neneknya ini kurang kuat.

Secara keseluruhan, "Our Destiny" adalah novel ringan yang cocok dibaca oleh remaja. Nuansa dan gaya berceritanya pas dengan dunia remaja.


"[...]. Aku akan punya dunia baru, beradaptasi, belajar hidup sendiri, belajar menjadi orang dewasa. [...]. (hal. 136)


Ada Giveawaynya lho manteman! 
semua ikutan yuk meramaikannya . mau tau syarat ikutan?? Langsung cus aja di sini  DL 14 agustus.

Kamis, 11 Agustus 2016

(Review) Purple Eyes


Judul buku: Purple Eyes
Penulis: Prisca Primasari
Penyunting: Cerberus404
Proofreader: Seplia
Design cover: Cynthia Yanetha
Penerbit: Inari
ISBN: 978-602-74322-0-8
Cetakan pertama, Mei 2016

144 Halaman

"Karena terkadang, 
tidak merasakan itu lebih baik daripada menanggung rasa sakit yang bertubi-tubi."

Ivarr Amundsen kehilangan kemampuannya untuk merasa. Orang yang sangat dia sayangi meninggal dengan cara yang keji, dan dia memilih untuk tidak merasakan apa-apa lagi, menjadi seperti sebongkah patung lilin.

Namun, saat Ivarr bertemu Solveig, perlahan dia bisa merasakan lagi percikan-percikan emosi dalam dirinya. Solveig, gadis yang tiba-tiba masuk dalam kehidupannya. Solveig, gadis yang misterius dan aneh.

Berlatar di Trondheim, Norwegia, kisah ini akan membawamu ke suatu masa yang
muram dan bersalju. Namun, cinta akan selalu ada, bahkan di saat-saat tergelap sekalipun.

Dimulai dengan Hades yang bisa menjadi siapa saja, bentuk bagaimana dan memiliki nama bermacam rupa. Namun yang pasti hanya 1 tugas seumur hidupnya, menjadi Dewa Kematian yang tak disukai oleh sebagian orang namun sangat dirindukan sebagian orang. Hades memiliki seorang asisten seorang gadis yang meninggal di tahun 1895, berwajah aristokratis, mata coklat indah dan rambut coklat menyentuh leher. Lyre.

Setelah lama bertugas menjadi Dewa kematian Hades lagi-lagi harus ikut campur turun ke bumi, yang berarti kasus pencabutan nyawa kali ini sangatlah penting sampai Hades harus ikut serta. Kasus pembunuhan berantai yang telah memakan puluhan korban di Nowergia. Sebenarnya Hades jelas-jelas sudah tau pelakunya. Namun Dia harus memiliki cara terbaik untuk mengakhiri hidup pembunuh tersebut.

Hades turun ke bumi dengan menggunakan nama Halstein sedangkan Lyre memilih nama Solveig. Mereka akan membuat misi mencari keluarga korban yang ditinggalkan. Ternyata misi kali ini tidak semudah bayangan Hades, asisten yang seharusnya membantunya malah jatuh cinta pada pemuda bumi, Ivarr Admusen-kakak dari salah satu korban pembunuhan berantai itu.


“Anda bukannya tidak bisa merasa,” ujar Solveigh lirih. “ Anda tidak mau merada”
“Bukankah lebih baik tidak merasa sama sekali,” bisik Ivarr, “daripada merasa sakit….?”
“Saya mengerti,” bisik Solveig. “tapi sering kali, lebih baik merasa sakit, daripada tidak merasa sama sekali….”


Ini novel hadiah giveaway saya yang pertama.  *Alhamdulillah

Awalnya sangat tertarik dengan warna bukunya ‘purple’ dan judulnya juga ada kata ‘purple’, terlebih ada quote di covernya.

“pemuda itu masih hidup dan gadis itu sudah mati”

Baca sepenggal kalimat di cover depannya langsung nebak seorang pemuda yang ditinggal mati oleh kekasihnya, tapi wanita itu masih terus menghantui sang pemuda sampai waktu yang memutuska pemuda itu bisa mendapatkan kekasih lain di dunia ini..hahaha imajinasi saya ternyata sangat bertolak belakang dengan isi cerita ini. Membuka halaman awal saya menebak bahwa Hades dan Lyre akan terlibat cinta lokasi karena sikap Hades yang dingin dan Lyre yang ceria membuat mereka menjadi pasangan yang unik dan lagi-lagi tebakan saya salah.

Novel Purple Eyes punya gendre yang bercampur, ada romance, fantasy dan thriller. Namun disajikan secara apik oleh penggarangnya, menggambarkan Nowergia, tepatnya Trondheim. Jadi ingin menikmati salju disana dengan menelusuri jalan dan tempat yang dilewati oleh Ivarr dan Solveig. Di novel ini yang sebenarnya buat saya tertarik adalah Hades, sosok unik yang buat penasaran serta sikap acuh tak acuhnya namun sangat peduli akan asistennya. Huuhhh!!! Sangat kesal sebenarnya dengan sikap sombong dan pamernya, tapi suka juga..hahaha

Saya sangat menikmati membaca buku ini. Hanya satu kekuranggannya..terlalu tipiiiis  sehingga cepat selesai ketika membacanya jadi agak kurang ‘dapat’ menyelami  menjadi tokoh di dalam novelnya. Selebihnya benar-benar suka akan pemilihan ide dan setting ceritanya.
Love Hades!